Kamis, 31 Desember 2015

KAJIAN TAKHRIJ HADIS



BAB II
KAJIAN TAKHRI>>>J HADIS


A.  Pengertian dan Urgensi Takhri>j al-H{adi>s\
Secara etimologi kata Takhrij tersusun dari huruf خ- ر- ج yang memiliki dua makna pertama النّفاذُ عن الشَّيء (pelaksanaan sesuatu) dan اختلافُ لونَين (perbedaan dua warna).[1] Berasal dari akar kata خرج- يخرج- خروجا mendapat tambahan tasydi>d/syiddah pada ra yang berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat,[2] menampakkan, menerbitkan, menyebutkan dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak atau sesuatu yang masih tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar. Penampakan dan pengeluaran di sini tidak mesti berbentuk fisik yang konkret, tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna kata istikhra>j (استخراج) yang diartikan istinba>t} (استنباط) yang berarti mengeluarkan hukum dari nash/teks al-Qur’an dan hadis.[3]
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata at-Takhrij mempunyai beberapa arti, yakni:
1.      Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatan dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2.      Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunanya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3.      Menunjukkan asal usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para mukharrijnya langsung (yakni para periwayatnya yang juga sebagai penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan).
4.      Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya yakni kitab-kitab hadis, yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing, serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan kualitas hadisnya.
5.      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing: kemudian, untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.
Bila kelima pengertian at-takhrij itu diperhatikan, maka pengertian yang dikemukakan butir pertama merupakan salah satu kegiatan yang telah dilakukan oleh para periwayat hadis yang menghimpun hadis ke dalam kitab hadis yang mereka susun masing-masing, misalnya Imam al-Bukhari dengan kitab Sahihnya, Imam Muslim dengan kitab Sahihnya, dan Abu Daud dengan kitab Sunannya.
            Pengertian at-Takhrij yang dikemukakan pada butir kedua telah dilakukan oleh banyak ulama hadis, misalnya oleh Imam al-Baihaqi, yang telah banyak mengambil hadis dari kitab as-Sunan yang disusun oleh Abu Hasan al-Basri as-Saffar, lalu al-Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.
            Pengertian at-Takhrij pada butir ketiga banyak dijumpai pada kitab-kitab himpunan hadis, misalnya Bulughul Maram susunan Ibnu Hajar al-‘Asqalani, dalam melakukan pengutipan hadis pada karya tulis ilmiah, mestinya diikuti pengertian at-Takhrij pada butir ketiga tersebut, dengan dilengkapi data kitab yang dijadikan sumber. Dengan demikian hadis yang dikutip tidak hanya matannya saja, tetapi minimal juga nama mukharrijnya dan nama periwayat pertama (sahabat Nabi) yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan.
            Pengertian istilah at-Takhrij yang dikemukakan pada butir keempat, biasanya digunakan oleh ulama hadis untuk menjelaskan berbagai hadis yang termuat di kitab tertentu, misalnya kitab Ihya ’Ulumiddin susunan Imam al – Ghazali (wafat 505 H/1111 M), yang dalam penjelasannya itu dikemukakan sumber pengambilan tiap-tiap hadis dan kualitasnya masing-masing, Zainuddin ‘Abdirrahman bin al-Husain al’Iraqi (wafat 806 H/1404 M) telah menyusun kitab takhrij hadis untuk kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dengan judul Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-Ihya’ sebanyak empat jilid.
            Adapun pengertian at-Takhrij yang digunakan untuk maksud kegiatan penelitian hadis lebih lanjut ialah pengertian yang dikemukakan pada butir kelima. Berangkat dari pengertian itu, maka yang dimaksud dengan Takhrij al-Hadis dalam hal ini ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.
Olehnya itu kegiatan dari takhri>j al-h{adi>s\ ini sangatlah penting, sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhri>j al-h{adi>s\ dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu:
  1. Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti
  2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
  3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya sya>hid dan mutabi[4] pada sanad yang diteliti.
Dengan demikian, pentinganya kegiatan takhri>j al-h{adi>s\  tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian takhri>j al-h{adi>s\  itu sendiri.
B.   Metode Takhri>j
Untuk mengetahui kejelasan hadis beserta sumber-sumbernya, ada beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari hadis-hadis rasul. Para ulama telah banyak mengkodifikasikan hadis-hadis dengan mengaturnya dengan susunan berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya menyebutkan ahli hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan Ilmu Takhrij. Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan hadis-hadis, dapatlah kita katakan bahwa metode-metode takhri>j al-hadi>s\ disimpulkan dalam lima macam metode :
1.      Takhri>j Melalui Lafal Pertama Matan H}adi>s|
Sebagian menganggap bahwa metode ini adalah cara termudah dalam mencari h}adi>s|. Metode ini digunakan berdasarkan lafal pertama dari matan h}adi>s|. Di samping itu, metode ini juga mengkodifikasinkan h}adi>s|-h}adi>s| lafal pertamanya sesuai dengan urutan huruf hijaiyah.
Adapun kitab-kitab yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah sebagai berikut:
a.       Kitab Al-Ja>mi’ al-S{agi>r fi> Ah{a>di>s\ al-Basyi>r al-Naz\i>r
Kitab ini dikarang oleh al-H}afi>z} Jala>l al-Di>n Abu>> al-Fad}l ‘‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr Muh}ammad al-Khud}airi> al-Suyu>t}i> al-Syafi>’i atau lebih dikenal dengan Imam al-Suyu>t}i. Dalam mentakhri>j suatu h}adi>s|, dalam kitab ini diatur menurut urutan huruf hijayyah agar pencarian lebih mudah. Kemudian dengan lafal pertama (awal) dari matan h}adi>s| dengan pasti.
Dalam kitab ini tidak menuliskan keterangan-keterangan h}adi>s| secara lengkap, tetapi disingkat lalu digunakan kode-kode tertentu: صح berarti صحيح, حberarti حسن,  ض berarti ضعيف .
Kemudian dalam penyusunan kitab ini, menulis nama-nama kitab terdapatnya h}adi>s|-h}adi>s| yang disusun. Kode-kode yang dipakai oleh penyusun kitab ini tercantum dalam muqaddimahnya, berikut keterangan maksud kode-kode tersebut, diantaranya:
1)      berarti Imam Bukha>ri> dalam S}ah}i>hnya
2)      berarti Imam Muslim dalam s}ah}i>hnya
3)      berarti H}adis| muttafaq ‘ilaih (Imam Bukha>ri> dan Muslim dalam kedua s}ah}i>hnya)
4)      berarti Imam Abu>> Da>wud dalam sunannya
5)      berarti Imam Turmuz\iy dalam sunannya
6)      berarti Imam Nasa>‘i> dalam sunannya
7)      berarti Ibnu Ma>jah dalam sunannya
8)      ٤ berarti H}adis| yang diriwayatkan oleh empat ulama h}adis| dalam sunan mereka (Abu>> Da>wud, Turmuz\i, Nasa>‘i dan Binu Ma>jah)
9)      ٣ berarti diriwayatkan oleh Abu>> Da>wud, Turmuz\i dan Nasa>‘i
10)  ﺣﻢ  berarti Imam Ah}mad dalam musnadnya.[5]      
b.      Kitab Fath} al-Kabi>r fi> D{amm al-Ziya>dah li Ja>mi>’ al-S{agi>r 
Setelah Imam Suyu>t}i selesai menyusun kitab “al-Jami>’al-S}aghi>r” yang lain. Dalam kitab tersebut beliau menyatukan antara h}adi>s|-h}adi>s| perkata yang terdapat dalam kitab al-Ja>mi>’al-Kabi>r dengan h}adi>s|-h}adi>s| dari luar al-Ja>mi’al-Kabir. Keistimewaan yang dimiliki kitab al-Fath}u al-Kabi>r ini ialah mencakup h}adis|-h}adis| yang banyak sekali jumlahnya, karena ia merupakan perpaduan dari dua kitab. Sedangkan kekurangannya beliau dalam kumpulannya tdak menyebutkan hukum-hukum h}adis|, baik yang s}ah}i>h, h}asan dan yang Dha’if, padahal ini sangat penting sekali. [6]
Kegunaan metode kitab ini sama seperti yang digunakan oleh kitab al-Jami>’ al-S}aghi>r  yang lalu, hanya saja bila kita mendapatkan huruf  ( ) ini berarti h}adis| tersebut berpindah dari ziyadah al-Jami’. Dalam kitab karya al-suyu>t}i memiliki keistimewaan dan memiliki kekurangan.
c.       Kitab Jam’u al-Jawa>mi’ atau al-Ja>mi’ al-Kabi>r
Kitab ini diklasifikasikan  dalam dua kelompok,[7] yakni h}adis| perkata (qauliy, h}adis| perbuatan (fi’liy) diklasifikasikan dalam tempatnya tersendiri. Sistematik yang digunakan dalam penyusunan h}adis|-h}adis| perkata sebagai halnya urutan huruf-huruf  hijaiyah yang terdapat pada huruf pertama dan seterusnya dari matan h}adis|. Adapun h}adis| perbuatan disusun menurut nama-nama sahabat. Penyusunan menuliskan nama setiap sahabat sebelum h}adis|-h}adis| yang diriwayatkan oleh masing-masing mereka, baik berupa perbuatan Rasul yang dilihatnya atau perbuatan sendiri.
Selain kitab diatas, masih ada kitab yang disusun berdasarkan metode pertama (lafal awal) diantaranya:
a)      Kitab al-Ja>mi’ al-Azha>r min al-H{adi>s\ al-Nabawi> al-Anwa>r karangan al-Ha>fiz} Abd al-Ra‘uf bin Taj al-Di>n ‘Ali> bin al-H{adda>di> al-Mana>wi> al-Qaha>ri> al-Syafi>’i.
b)      Kitab hidayah al-Bary ila> Tartib ‘Ahdits al- Bukhary, karya as-Sayyid ‘Abdur-Rahman bin ‘Anbar ath-Thahthawy
c)      Kitab Kunu>z al-Haqo’iq Fi> H}adi>s| Khair al-Khala’il, karya ‘Abdu ar-Rauf al-Manawi
d)      Kitab al-Maqa>s}id al-H}asanah Fi> Baya>n Kas|ir min al-Ah}a>dis| al-Musytahirah ‘ala al-Alsinah, karya al-H{a>fiz} Syamsuddin Abu> al-Khair Muh}ammad bin ‘Abdu al-Rahman al-Sakhowy. wafat pada tahun 905 H.
e)      Kitab Tamyiz al-Thayyib Min al-Khabits Fi> Ma> Yadu>ru ‘Ala Alsinati an-Na>s min al-H}adi>s|, karya Imam ‘Abdu al-Rahman bin Ali terkenal dengan Binu al-Diiba’, murid al-H}afiz} al-Sakhowi.
f)       Kitab Kasyf al-Kahafa wa Muziil al-Ilbas Amma Asytahara min al-H}adis| Ala Alsinahan-Naas, karya Syeikh Isma’il bin Muh}ammad bin ‘Abdu al-Hady al-Jiraahy Al’ajluny ad-Dimasyqy, wafat pada tahun 1162.
2.      Takhri>j Melalui Kata-kata Dalam Matan H}adi>s|
Metode ini bergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan h}adi>s|, baik itu berupa isim (nama benda) atau fi‘il (kata kerja). Dalam penyusunan kitab ini menitikberatkan peletakan h}adi>s| menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) suatu kata, maka pencarian h}adi>s| akan semakin mudah dan efisien. Di samping itu kitab ini mempunyai keistimewaan dan kekurangan[8].
Di antara keistimewaan metode ini ialah : 1) Metode ini mempercepat pencarian h}adi>s|-h}adi>s|; 2) Para penyusun kitab-kitab takhri>j dengan metode ini membatasi h}adi>s|-h}adi>s| dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman; 3) Memungkinkan pencarian h}adi>s| melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan h}adi>s|. Sedangkan di antara kekurangan metode ini ialah: 1) Keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya; 2) Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat untuk mengetahui nama sahabat yang menerima h}adi>s| dari Nabi saw.; 3) Terkadang suatu h}adi>s| tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.
Pada kitab ini dalam metode takhri>j melalui kata-kata yang terdapat dalam Matan h}adi>s| adalah kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s al-Nabawi> oleh A. J. Wensinck. Kitab Mu’jam ini merupakan kumpulan h}adi>s|-h}adi>s| yang terdapat dalam Sembilan kitab induk h}adi>s|: a) S}ah}i>h al-Bukha>ri>y; b) S}ah}i>h Muslim; c) Sunan Turmudz|iy; d) Sunan Abu>> Da>wud; e) Sunan Nasa>’i>; f) Sunan Ibnu Ma>jah; g) Sunan al-Da>rimiy>; h) Muwaththa’ Ma>lik; i) Musnad Imam Ah}mad.
Dalam mentakhri>j suatu h}adi>s| dengan metode ini, maka langkah pertamanya adalah menentukan kata kuncinya. Artinya kata tersebut adalah sebagai alat untuk mencari h}adi>s|. Setelah itu kembalikan pada kata tersebut kepada bentuk dasarnya. kemudian mencari dalam kitab mu’jam menurut urutannya dalam huruf hijaiyah. Langkah selanjutnya mencari bentuk kata sebagaimana yang terdapat dalam kata kunci tersebut untuk menemukan h}adi>s| yang di maksud. Kode-kode kitab terdapatnya h}adi>s| tersebut tercantum disamping setiap h}adi>s|. Demikian pula halnya dengan tempat h}adi>s| tersebut dalam kitabnya. Kode-kode tersebut bukan hanya sekedar memperkenalkan kitab sumber h}adi>s|, tetapi bermaksud menganjurkan untuk menilai setiap h}adi>s|nya. Berikut kode-kode yang digunakan untuk keterangan tempat h}adis},yaitu:
1)      berarti s}ah}i>h al-Bukha>riy dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
2)      berarti sunan Abu> Da>wud dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
3)      berarti sunan Turmuz|iy dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
4)      berarti sunan al-Nasa>’iy dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
5)      ﺟﮫ berarti sunan Ibnu Ma>jah dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
6)      ﺪﻯ berarti sunan Da>rimiy dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
7)      berarti s}ahi>}h Muslim dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
8)      berarti Muwaththa’ Malik dengan mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s|
9)      ﺣﻢ berarti musnad Imam Ah}mad dengan mencantumakan nomor juz dan halaman terhadap h}adi>s|.[9]
3.      Metode Takhri>j Melalui Periwayat Pertama H}adi>s|
Metode ini berdasarkan pada perawi pertama suatu h}adi>s|, baik perawi dari kalangan sahabat bila sanad h}adi>s|nya bersambung kepada Nabi (muttas}i>l), atau dari kalangan tabi‘in. Sebagai langkah pertama ialah mengenal lebih dahulu perawi pertamanya setiap h}adi>s| yang akan ditakhri>j melalui kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitabnya, kemudian mencari h}adi>s|-h}adi>s| yang tertera dibawah nama perawi pertama.
Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam metode takhri>j ini adalah:
a.       Tuh{fah al-Asyra>f bi Ma’rifah al-At}ra>f oleh al-Ha>fiz} al-Muh{aqqi>q Muh{addi>s\ al-Sya>m Jama>l al-Di>n Abu> al-Hajja>j Yu>suf ibn al-Zakki> ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Yu>suf al-Qad}a>’i al-Qalbi> al-Mizzi> al-Dimisyqi> al-Syafi>‘i> atau dikenal dengan Ima>m al-Mizzi>.
Dalam kitab ini terlebih dahulu mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan h}adi>s|. Maka dituntut untuk  mengetahui tabi‘in yang meriwayatkan darinya. Apabila nama tabi‘in tidak diketahui sebagai perawi diatas. Pada bagian tertentu pentahqiq kitab mencantumkan kan nama pertama dan nama akhir sahabat-sahabat yang terdapat padanya.
Dengan demikian secara pintas dapat mengetahui nama sahabat yang dicari pada bagiannya sendiri. Bila telah mengetahui nama sahabat yang bersangkutan, selanjutnya menelusuri h}adi>s|-h}adi>s|nya hingga sampai pada h}adi>s| yang dimaksud. Sahabat dari kalangan yang banyak meriwayatkan h}adi>s|, oleh penyusun nama-nama tabi‘in yang meriwayatkan darinya diurut berdasarkan huruf mu‘jam. Nama sahabat tersebut tentunya dicari menurut nama tabi‘innya berdasrkan huruf-hurufnya. Namun bila tidak mengetahui nama perawi dari sahabat, maka harus menelusuri h}adi>s| sahabat tersebut tanpa terlebih dahulu melihat murid-muridnya.
b.      Kitab Syawa>hir al-Mawa>ris fi ala Mawa>dhi> al-Hadi>s\ oleh Ima>m Alla>mah Abd al-Gha>ni bin Isma>’il al-Hana>fi>a al-Dimisyqi>. Yang lahir di damaskus 5 dzulhijjah tahun 1050 H, dan wafat pada tahun 1143 H[10]
Metode takhri>j pada kitab ini, langkah pertama yang harus diketahui ialah perawi h}adi>s|, kemudian meneliti apakah perawi tersebut seorang sahabat ataukah seorang tabi‘in atukah seorang yang mubham (tidak disebut namanya). Bila perawi tersebut seorang sahabat, maka ketahuilah namanya atau julukannya tersebut pada indek-indek kitab tersebut. Bila telah memukan identitas perawi tersebut, langkah selanjutnya ialah menelusuri h}adi>s|-h}adi>s| satu-persatu sambil memperhatikan peyusunan kitab, tidak mencantumkan  teks h}adi>s|, tetapi hanya sejumlah kata yang ringkas dan sekiranya menunjukkan maksud h}adi>s|. Kitab ini memiliki kelebihan dan kekurangan[11]
c.       Kitab-kitab Musnad seperti Musnad al-Imam Ah}mad bin Hanbal disusun oleh Imam Ah}mad bin H}anbal. Lahir pada tahun 164 H dan wafat pada jum’at 12 rabiul awal 241 H.[12]
Metode takhri>j dengan musnad Imam Ah}mad bin H}anbal, terlebih dahulu memperkenalkan kepada sahabat yang meriwayatkan h}adi>s|. Bila telah mengetahui sahabat yang meriwayatkan h}adi>s| tersebut, kemudian mencari h}adi>s|-h}adi>s| pada musnad. sangat membantu bila terlebih dahulu melihat daftar isi yang terdapat pada akhir setiap juz. Bila sampai pada h}adi>s|-h}adi>s|nya, maka langkah selanjutnya  ialah memelusuri h}adi>s|-h}adi>s| yang di maksud. Disamping itu juga kitab ini memiliki kelebihan dan kekurangan.[13]
4.      Metode Takhri>j Menurut Tema H}adi>s|
Takhri>j dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema h}adi>s| dan sebagian ahli mengatkan bahwa takhri>j al-h}adi>s| dengan pendekatan tema merupakan cara terbaik dalam mencari h}adi>s|. Disamping itu, metode ini memiliki keistimewaan dan kekurangan.
Adapun kelebihan metode ini: 1) Metode tema h}adi>s| tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahan lain diluar h}adi>s|, seperti keabsahan lafal pertamanya, sebagaimana metode pertama, pengetahuan bahasa arab dengan perubahan-perubahan katanya sebagai metode kedua, dan pengenalan perawi teratas sebagai metode ketiga, yang dituntut oleh metode ke empat ialah pengetahuan akan kandungan h}adi>s|. Hal ini logis dalam mempelajari h}adi>s|-h}adi>s|, 2)metode ini mendidik ketajaman pemahaman h}adi>s| pada diri penelitian. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini beberapa kali akan memiliki kemampuan yang tambah terhadap tema dan maksud h{adi>s| yang merupakan fiqh h}adi>s|, 3)metode ini juga memperkenalkan kepada peneliti maksud h}adi>s| yang dicarinya dan h}adi>s|-h}adi>s| yang senada dengannya, ini tentunya akan menambah kesemangatan dan membantu memperdalam permasalahan, sedangkan kekurangannya; 1) Terkadang kandungan h}adi>s| sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya. Akibatnya dia tidak mungkin memfungsikan medote ini, 2) Terkadang pula pemahaman penelitian tidak sesuai dengan pemahaman penyusunan kitab, sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan h}adi>s| pada pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti.[14]
Dalam kitab Mifta>hu Khunu>zi as-Sunnah, yang disusun oleh AJ. Wensinck. Kitab-kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut ada 14 buah kitab, diantaranya: a) S}ah}i>h al-Bukha>riy>; b) S}ah}i>h Muslim; c) Sunan Turmudz|i>y; d) Sunan Abu>> Da>wud; e) Sunan Nasa>’i>; f) Sunan Ibnu Ma>jah; g) Sunan al-Da>rimi>y; h) Muwaththa’ Ma>lik; i) Musnad Imam Ah}mad; j)  Musnad al-Thayalisi; k) Musnad Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin  Thalib yang wafat pada tahun 122 H; l) al-Thabaqat al-Kubra, karangan al-H}afizh al-S|iqah Muh}ammad bin Sa‘ad wafat tahun 230 H; m) Sirah Ibnu Hisyam; n) al-Maghazy, karangan Muh}ammad bin Umar al-Waqidy, wafat tahun 207 H.
Selain kitab takhri>j al-h}adis| yang disebut di atas, masih banyak lagi kitab takhri>j yang berdasarkan tema antara lain:
a)      Kanz al-‘Umma>l fi> Sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l karangan Syeikh Imam ‘A<lim Kabi>r Muh}addis\ ‘Ali> bin H{isa>m al-Di>n ‘‘Abd al-Ma>lik bin Qa>d}i> Khan, terkenal dengan sebutan Imam al-Muttaqi>.[15]
b)      Kitab Bulu>ghu al-Mara>m min Ja>mi' Adillati al-Ahkam oleh Al-Hafizh Binu Hajar
c)      Kitab al-Durru al-Mantsu>r  Fi> al-Tafsi>r bi al-Ma’tsu>r oleh al-Hafidz Jalaluddin al-Suyu>thy.
d)      Kitab Kifa>yah al-Tha>lib Fii Khasha>’ish al-Habi>b, oleh al-H}afidz Jalaluddin al-Suyu>t}iy.
5.      Metode Takhri>j Berdasarkan Status H}adi>s|
Metode ini adalah metode yang mengetengahkan suatu hal yang berkenaan dengan upaya pada kumpulan h}adi>s| berdasarkan status h}adis|. Kitab-kitab ini sangat membantu dalam proses pencarian h}adi>s| berdasarkan statusnya, seperti h}adi>s| qudsi, h}adi>s| masyhur, h}adis| mursal, h}adi>s| shahi>h dan lain-lain. Kitab-kitab tersebut dapat diketahui melalui kitab yang berdasarkan metode tersebut, antara lain :[16]
a.       Kitab al-Azha>r al-Mutana>tsirah fi> al-Akhba>r al-Mutawa>tirah karangan al-H{afiz} Imam Jalal al-Di>n al-Suyu>t}iy.
Kitab ini menghimpun h}adi>s|–h}adi>s| yang memuat syarat-syarat mutawatir, yaitu dengan perawi-perawi pada setiap tingkatannya sepuluh orang atau lebih. Al-Suyu>t}iy menyebutkan sanad-sanad secara lengkap dari ulama yang mengeluarkan hingga tinggkatan sahabat.
Untuk mengfungsikan kitab ini terlebih dahulu harus diketahui secara pasti bahwa h}adi>s| yang akan di takhri>j adalah mutawatir. Dalam kitab al-Azhar al-Suyu>t}iy mencantumkan ulama yang mengeluarkannya, untuk itu harus merujuk pada kitab-kitab mereka dan menjelaskan posisi h}adi>s| pada masing-masing kitabnya.
b.      Kita>b al- Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi> al-Ah}a>di>s\ al-Qudsiyyah karangan Syaikh Muh}ammad bin Mah}mu>d bin S{a>lih}  bin H{asan al-T{arbizu>ni>.
Kitab-kitab ini memuat h}adi>s|-h}adi>s| qudsi>.[17] Untuk mengfungsikan kitab ini terlebih dahulu dikerahui secara pasti bahwa h}adi>s| tersebut adalah h}adi>s| qudsi>, kemudian merujuk kepada kitab-kitab yang ditujukan dan mengeluarkan takhri>j.
c.  Kitab al-Marasil, karangan Abu> Daud dan lain sebagainya.[18]
Kitab ini memuat h}adi>s|-h}adi>s| yang mursal, h}adi>s|–h}adi>s| disusun berdasarkan tema, dan untuk mentakri>j h}adi>s| dalam kitab ini harus mencari melalui temanya.
Dengan demikian, lima metode takhri>j al-h}adi>s| yang telah diklasifikasikan oleh para ulama dengan tujuan untuk membantu para peneliti dan pencari h}adi>s| untuk mendapatkan h}adi>s| yang dibutuhkan.
d.      Kitab S{ah}i>h} wa D{a‘i>f al-Ja>mi‘ al-S{agi>r wa Ziya>datuh al-Fath} al-Kabi>r oleh Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Ba>ni>.
Untuk mencari h}adi>s| dalam kitab ini, terlebih dahulu harus mengetahui status h}adi>s| dari segi kualitasnya. Kemudian melakukan penelusuran matan h}adi>s| mulai dari nomor urut pertama karena h}adi>s|-h}adi>s| yang dimuat dalam kitab ini disusun berdasarkan alphabet huruf hijaiyyah.
C.   Proses Takhri>j H}adi>s|
Dalam kesempatan ini, peneliti hanya akan menggunakan metode pertama sampai metode ke-empat. Dan adapun Hadis yang akan ditakhri>j adalah hadis yang berbicara tentang keutamaan do’a, yaitu sebagai berikut:
إن الدعاء هو العبادة ثم قرأ وقال ربكم ادعوني أستجب لكم
Artinya: "Sesungguhnya do'a adalah ibadah." Kemudian beliau membaca: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS Al Ghafir; 60)
Dalam mentakhrij hadis di atas penulis membatasi dengan hanya menggunakan kitab-kitab dari kutub al-Tis’ah saja.
Adapun hasil yang kami peroleh setelah meneliti hadis tersebut dengan menggunakan metode-metode yang telah disebutkan  diatas sebagai berikut:
a.       Metode berdasarkan lafal pertama matan hadis
Kitab yang digunakan dalam metode ini ialah Fath} al-Kabi>r fi D{amm al-Ziya>dah ila> Jami’ al-S{agi>r  karangan al-H}a>fiz} Jalal al-Din Abu> al-Fad}l ‘Abd al-Rah}man ibn Abi Bakr Muhammad al-Khudai>ri al-Suyu>t}i> atau lebih dikenal dengan nama Imam al-Suyu>t}i>.
Adapun lafal pertama yang dipergunakan ialah الدعاء dan hasil yang didapatkan sebagai berikut :
( 6389 ) ( ( الدُّعاءُ هُوَ العِبادَةُ ) ) ( حم ش خد 4 حب ك ) عن النعمان بن بشير ( ع ) عن البراء.[19]
Dari keterangan di atas kitab sumber yang dituju terdapat pada kata yang berada dalam kurung, yaitu :
a.       حم   berarti Imam Ah}mad dalam Musnad-nya[20]
b.      ش    berarti Ima>m Abi> Syaibah
c.       خد4   berarti hadis yang diriwayatkan oleh empat ulama hadis dalam sunan mereka (Abu>> Da>>ud, Turmu>z\i>, Nasa>’I, dan Ibn Ma>jah)
d.      حب  berarti Ibn H{ibban dalam S{ah}i>h}-nya
e.       ك     berarti al-Hakim dalam Mustadrak-nya
f.         عن النعمان بن بشير  menunjukkan rawi a’la yaitu Nu’man bin Basyir
b.      Metode Berdasarkan Salah Satu Lafaz Pada Matan Hadis
Dalam metode ini kitab yang digunakan ialah Mu’jam Mufahras li Alfadz al-Hadis al-Nabawi[21] karya A.J (Ahmad John) Weinsijk dengan judul asli Concordance Et Indices De La Tradition Ma Sulmane yang diterjemahkan oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi’.
Adapun hasil yang didapat melalui metode ini ialah:
1.      دعاء
  الدعاء هو العبادة             ت  تفسير سورة ٢ ٬    ١٦  ٬  . ٤ ٬٬   جه   دعاء  ١ ٬٬     حم     ٤ ٬ ٢٦٧٬ ٬ ٢٧١ ٬ ٢٧٦[22]
2.      عبادة
  الدعاء هو العبادة   د  وتر  ٢٣ ٬٬ ت   تفسير سورة ٢ ٬ ١٦ ٬  .٤ ٬  دعوات   ١ ٬٬ جه  دعاء ١ ٬٬ حم ٤ ٬ ٢٦٧ ٬ ٢٧١٬ ٢٧٦٬ [23]
Adapun penjelasan dari penelusuran hadis yang kami dapat diatas melalui metode ini sebagai berikut :
1.      Untuk lafal matan دعاء terdapat pada :
Ø  Sunan al-Turmu>z\i> :Kitab Da’awat, nomor urut hadis 16.
Ø  Sunan Ibnu Majah : Kitab Do’a, nomor urut hadis 1.
Ø  Musnad Imam Ahmad : nomor urut hadis 267, 271 dan 276
2.      Untuk lafal matan عبادة terdapat pada :
Ø  Sunan Abu> Da>ud : Kitab Witir, no urut hadis 23.
Ø  Sunan al-Turmu>z\i> : Kitab Da’awat, no urut hadis 16.
Ø  Sunan Ibnu Majah : Kitab Do’a, nomor urut hadis 1.
Ø  Musnad Imam Ahmad : nomor urut hadis 267, 271 dan 276.
Melalui metode ini hadis yang diteliti hanya ditemukan di empat kitab dari Sembilan kitab sumber (الكتب التسعة) yang dipakai dalam metode ini. yaitu hanya ada dalam kitab Sunan al-Turmu>z\i>, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad dan Sunan Abu> Da>ud sebagaimana yang telah dicantumkan di atas.
c.       Metode berdasarkan Rawi A’la / Sanad terakhir
Kitab yang digunakan dalam metode ketiga yang berdasarkan rawi A’la adalah Tuhfah al-Asyra>f bi> Ma’rifah al-At}ra>f[24] yang ditulis oleh Jamal al-Di>n Abu> al-Hajja>j al-Mizzi>. Adapun rawi A’la yang akan kami telusuri ialah Nu’man bin Basyir. dan hasil dari pencarian dalam kitab tersebut ialah :
*11643 (د ت س ق) ـ حديث: «الدعاء هو العبادة، {وَقَالَ ربُّكم ادعُوني استجبْ لكم} (غافر: 60)». د في الصلاة (359: 1) عن حفص بن عمر، عن شعبة، ع ن منصور، عن ذر، عن يسيع الحضرمي به. ت في التفسير (2 البقرة: 19) عن هناد، عن أبي معاوية، عن الأعمش، عن ذر بمعناه، وقال: حسن صحيح. و(41 المؤمن) عن بندار، عن ابن مهدي، عن سفيان، عن منصور والأعمش، كلاهما عن ذر نحوه، وقال: حسن صحيح. وفي الدعوات (2: 2) عن أحمد بن منيع، عن مروان ابن معاوية، عن الأعمش نحوه. س في التفسير (في الكبرى) عن هناد به. وعن سويد ابن نصر، عن عبد الله، عن شعبة نحوه. ق في الدعاء (1: 2) عن علي بن محمد، عن وكيع، عن الأعمش به. (*)أبو الأشعث الصنعانيُّ، عن النعمان بن بشير       [25]
Maksud dari keterangan di atas adalah :
Ø  Angkapun hasil yang didapatkan melalui metode ini sebagai berikut :
Ø   terlebih dahulu mengembalikan kata dasar dari lafal yang iMa 11643 adalah urutan hadis dalam kitab
Ø  Kode huruf د ت س ق adalah kitab sumber yang dituju yaitu Abu> Da>ud, Turmu>zi>, al-Nasa>I dan Ibnu Mâjah.
Melalui metode ini memberikan petunjuk bahwa hadis tersebut terdapat pada :
Ø  Kitab Sunan Abi> Da>ud, kitab S{alat, Juz 1, Halaman 359.
Ø  Kitab Sunan al-Turmuzy, kitab Da’awat, Juz 2, Halaman 19.
Ø  Kitab Sunan al-Nasa>I al-Kabir, Kitab Tafsir (Didalam Kitab al-Kabir), Juz 2, Hal. 2.
Ø  Kitab Sunan Ibnu Majah, Kitab Do’a, Juz 2, Halaman 1.
d.      Metode berdasarkan tema hadis
            Adapun kitab yang digunakan dalam metode ini yaitu Kitab Mifta>h} al-Kunu>z al-Sunnah, karya A.J Weinsinck.
Adapun hasil yang didapatkan dengan menggunakan tema فضل الدعاء  (Keutamaan Do’a) adalah :
* فضل الدعاء —
تر       - ك ٤٥  ب١•١
مج – ك ٣٤  ب ١
ز – ح ٩٩٢
حم -  رابع  ص ٢٦٧  و  ٢٧١  و  ٢٧٦
ط – ح ١•٨
Maksud dari keterangan di atas adalah :
Ø  تر Lihat Sunan al-Turmu>zi, Kitab ke-45, Bab 101
Ø  مج Lihat Sunan Ibnu Majah, Kitab ke-34, Bab 1
Ø  ز Lihat Musnad Zaid bin ‘A<li, Hadis ke- 992
Ø  حم Lihat Musnad Ahmad, Halaman 267, 271 dan 276
Ø  ط Lihat Musnad al-T{ayalisy, Hadis ke-801
D.  Merujuk ke Kitab Sumber
a.       Kitab Sunan Ibnu Majah, terdapat 1 Riwayat, pada Kitab Do’a, Juz 2, Halaman 1:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ ذَرِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْهَمْدَانِيِّ عَنْ يُسَيْعٍ الْكِنْدِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ } وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ[26]{
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Waki' dari Al A'masy dari Dzar bin Abdullah Al Hamdani dari Yusai' Al Kindi dari Nu'man bin Basyir dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya do'a adalah ibadah." Kemudian beliau membaca: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS Al Ghafir; 60)
b.      Kitab Sunan al-Turmu>zi, terdapad 3 Riwayat, yaitu pada Kitab Da’awat, Juz V, halaman 211, 374 dan 465
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيِّعٍ الْكِنْدِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ } قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ وَقَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِلَى قَوْلِهِ دَاخِرِينَ } قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ[27]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Dzar dari Yusayyi' Al Kindi dari Nu'man bin Basyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang firman Allah: "Dan Rabbmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu." QS Ghafir: 60. Beliau bersabda: "Do'a adalah ibadah" beliau lalu membaca: "WA QAALA RABBUKUM UD 'UUNII ASTAJIB LAKUM (Dan Rabbmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu) sampai ayat DAAKHIRIIN." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ وَالْأَعْمَشِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ } قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ[28]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dan Al A'masy dari Dzarr dari Yusai' Al Hadlrami dari An Nu'man bin Basyir berkata: Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Doa adalah ibadah" kemudian beliau membaca: "Dan Rabbmu berfirman: 'Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Al Mu`min: 60) Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ }قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَاهُ مَنْصُورٌ وَالْأَعْمَشُ عَنْ ذَرٍّ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ ذَرٍّ هُوَ ذَرُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَمْدَانِيُّ ثِقَةٌ وَالِدُ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ[29]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu'awiyah dari Al A'masy dari Dzar dari Yusai' dari An Nu'man bin Basyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Doa adalah ibadah." Kemudian beliau membaca ayat: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir 60), Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih, dan telah diriwayatkan oleh Manshur serta Al A'masy dari Dzarr dan kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Dzar bin Abdullah Al Hamdani, ia adalah orang tsiqah, anak Umar bin Dzar.
c.       Kitab Sunan Abu Daud, terdapat 1 Riwayat, pada kitab S{alat, Juz 1, Halaman 359.
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ قَالَ {رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ}[30]
Artinya : Telah meceritakan kepada Kami Hafsh bin Umar, telah menceritakan kepada Kami Syu'bah dari Manshur dari Dzarr dari Yusai' Al Hadhrami dari An Nu'man bin Basyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Doa adalah ibadah, Tuhan kalian telah berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
d.      Kitab Musnad Ahmad, terdapat 5 Riwayat, pada Bab Hadis Nu’man bin Basyir. Halaman 267, 271 dan 276
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنِ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْكِنْدِيِّ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي }[31]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dan Manshur dari Dzar dari Yusayyi' Al Kindi dari Nu'man bin Basyir, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya do'a itu adalah ibadah." Kemudian beliau membaca ayat: '(Berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku..) ' (Qs. Ghaafir: 60).
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْكِنْدِيِّ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ } قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ يُسَيْعٌ الْكِنْدِيُّ يُسَيْعُ بْنُ مَعْدَانَ[32]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Dzar dari Yusai' Al Kindi dari An Nu'man bin Basyir ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya do'a itu adalah ibadah." Kemudian beliau membaca ayat: '(Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina) ' (Qs. GHaafir: 60). Abu Abdurrahman Yusai' Al Kindi adalah Yusai' bin Ma'dan."
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ }[33]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Dzar dari Yusai' dari An Nu'man bin Basyir ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Do'a adalah ibadah." Kemudian beliau membaca ayat: '(Berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untuk kalian…) ' (Qs. Ghaafir: 60).
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ ذَرٍّ الْهَمْدَانِيِّ عَنْ يُسَيْعٍ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ }[34]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Waki' Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Dzarr Al Hamdani dari Yusai' dari An Nu'man bin Basyir ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya do'a itu adalah ibadah." Kemudian beliau membaca: "Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.'" (QS. Ghafir/Al-mukmin 60).
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَنْصُورٍ وَالْأَعْمَشِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ وَيَقُولُ إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ { وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ } حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ ذَرٍّ عَنْ يُسَيْعٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ كَذَا قَالَ شُعْبَةُ مِثْلَهُ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ أُخْبِرْتُ أَنَّ أُسَيْعًا هُوَ يُسَيْعُ بْنُ مَعْدَانَ الْحَضْرَمِيُّ[35]
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman dari Sufyan dari Manshur dan Al A'masy dari Dzarr dari Yusai' Al Hadlrami dari An Nu'man bin Basyir ia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, dan beliau bersabda: "Sesungguhnya do'a itu adalah ibadah." Kemudian beliau membacakan ayat: "Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.'" (QS. Ghafir/Almukmin 60). Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Manshur dari Dzarr dari Yusai' Al Hadlrami dari An Nu'man bin Basyir ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda. Maka ia pun menyebutkan semisalnya. Syu'bah berkata yang semisal dengan itu. Abu Abdurrahman berkata; "Saya dikabarkan bahwa Yusai' adalah Yusai' bin Ma'dan."
e.    I’tiba>r H{adis\
Setelah melakukan takhri>j, maka langkah selanjutnya adalah melakukan i‘tiba>r[36]. I‘tiba>r merupakan bagian dari langkah-langkah kritik hadis. Salah satu fungsinya adalah melacak secara kuantitas sanad sebuah hadis sehingga akan terlihat apakah hadis yang menjadi obyek kajian merupakan hadis gari>b, masyhu>r, atau mencapai derajat mutawa>tir.[37]
Melalui i‘tiba>r, akan terlihat dengan jelas seluruh sanad hadis. Apabila hadis itu diriwayatkan melalui jalur lain dengan sahabat yang lain maka itu disebut sya>hid.[38] Sedangkan apabila ada dua periwayat dalam satu guru maka itu disebut Muta>bi’.[39]
Jika ditelusuri lebih jauh tentang hadis yang menjadi objek kajian dalam Kutub al-Tis’ah, Maka penulis menemukan 10 jalur periwayatan, yang kemudian dirinci sebagai berikut :
Ø  Sunan Ibnu Majah, di dalamnya terdapat 1 jalur periwayatan.
Ø  Sunan Tirmidzi, di dalamnya terdapat 3 jalur periwayatan.
Ø  Sunan Abu Daud, di dalamnya terdapat 1 jalur periwayatan.
Ø  Musnad Imam Ahmad, di dalamnya terdapat 5 jalur periwayatan.
Selanjutnya, peneliti memilih jalur periwayatan yang ada pada kitab Sunan Ibnu Majah dari jalur Nu’man bin Basyir untuk diteliti sanad dan matannya, dengan pertimbangan bahwa selama ini yang paling banyak dipegangi oleh masyarakat hanyalah melalui jalur Bukhari dan Muslim dijadikan landasan dalam mengamalkan suatu hadis dari Nabi SAW. Adapun jalur sanad yang dimaksud ialah sebagai berikut:
حدثنا حفص بن عمر حدثنا شعبة عن منصور عن ذر عن يسيع الحضرمى عن النعمان بن بشير عن النبى -صلى الله عليه وسلم- قال « الدعاء هو العبادة (قال ربكم ادعونى أستجب لكم) ».
Artinya : Telah meceritakan kepada Kami Hafsh bin Umar, telah menceritakan kepada Kami Syu'bah dari Manshur dari Dzarr dari Yusai' Al Hadhrami dari An Nu'man bin Basyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Doa adalah ibadah, Tuhan kalian telah berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
Untuk mempermudah pembuatan skema, berikut ini diuraikan dalam bentuk daftar periwayat dari setiap jalur sanad yang ada.
a.       Sunan Ibnu Majah
Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad III
Waki' bin Al Jarrah bin Malih
Periwayat V
Sanad II
Ali bin Muhammad bin Ishaq
Periwayat VI
Sanad I
Ibnu Majah
Periwayat VII
Mukharrij
b.      Sunan al-Turmu>zi
rutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad III
Abu Muawiyah
Periwayat V
Sanad II
Hannad bin As Sariy bin Mush'ab
Periwayat VI
Sanad I
at-Tirmizi
Periwayat VII
Mukharrij

Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VII
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad VI
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad V
Manshur bin Al Mu'tamir
Periwayat IV
Sanad IV
Sufyan bin Sa'id bin Masruq
Periwayat V
Sanad III
Abdur Rahman bin Mahdiy bin Hassan bin 'Abdur Rahman
Periwayat VI
Sanad II
Muhammad bin Basysyar bin 'Utsman
Periwayat VII
Sanad I
at-Tirmizi
Periwayat VIII
Mukharrij

Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad III
Marwan bin Mu'awiyah bin Al Harits bin Asma' bin Kharijah
Periwayat V
Sanad II
Ahmad bin Mani' bin 'Abdur Rahman
Periwayat VI
Sanad I
at-Tirmizi
Periwayat VII
Mukharrij
c.       Sunan Abu Daud
Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Manshur bin Al Mu'tamir
Periwayat IV
Sanad III
Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad
Periwayat V
Sanad II
Hafsh bin 'Umar bin Al Harits bin
Periwayat VI
Sanad I
Abu Daud
Periwayat VII
Mukharrij
d.      Musnad Ahmad
Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Sulaiman bin Mihran
dan
Manshur bin Al Mu'tamir
Periwayat IV
Sanad III
Sufyan bin Sa'id bin Masruq
Periwayat V
Sanad II
Abdur Razzaq bin Hammam bin Nafi'
Periwayat VI
Sanad I
Ahmad bin Hambal
Periwayat VII
Mukharrij

Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad V
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad IV
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad III
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad II
Abu Muawiyah
Periwayat V
Sanad I
Ahmad bin Hambal
Periwayat VI
Mukharrij

Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad V
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad IV
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad III
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad II
Abdullah bin Numair
Periwayat V
Sanad I
Ahmad bin Hambal
Periwayat VI
Mukharrij

Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad V
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad IV
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad III
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad II
Waki' bin Al Jarrah bin Malih
Periwayat V
Sanad I
Ahmad bin Hambal
Periwayat VI
Mukharrij
Urutan nama periwayat
Urutan Periwayat
Urutan Sanad
An Nu'man bin Basyir binb Sa'ad
Periwayat I
Sanad VI
Yusayyi' bin Ma'dan
Periwayat II
Sanad V
Dzarr bin 'Abdullah bin Zurarah
Periwayat III
Sanad IV
Manshur bin Al Mu'tamir
Dan
Sulaiman bin Mihran
Periwayat IV
Sanad III
Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad
Dan
Sufyan bin Sa'id bin Masruq
Periwayat V
Sanad II
Muhammad bin Ja'far
Dan
Abdur Rahman bin Mahdiy bin Hassan
bin 'Abdur Rahman
Periwayat VI
Sanad I
Ahmad bin Hambal
Periwayat VII
Mukharrij
Setelah melihat semua jalur sanad, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dari 10 periwayatan tersebut diatas, tidak mempunyai Sya>hi>d maupun Muta>bi’ karena ditemukan hanya satu perawi yang meriwayatkan dari Rasulullah saw. yaitu an-Nu’ma>n bin Basyi>r, sehingga hadis ini berstatus gari>b. Begitupun pada level setelah sahabat juga ditemukan 1 perawi yang meriwayatkan dari an-Nu’ma>n bin Basyi>r, yaitu Yu>sayyi' bin Ma'da>n.
Untuk lebih jelasnya, berikut skema sanad dari hadis yang menjadi objek kajian:




[1]Abu> al-Husain Ahmad bin Fa>ris bin Zakaria, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lughah , Juz II (t.tp; Da>r al-Fikr, 1399 H/1979 M), h. 175.
[2]Muhammad Ahmad M. Mudzakir, Ulumul Hadis  (Bandung: Pustaka Setia, t.th), h. 131.
[3]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Edisi I (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h. 115.
[4]Al-Sya>hid adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih, sedangkan al-muta>bi’ adalah hadis yang diriwayatkan dua orang atau lebih setelah sahabat, meskipun pada tingkatan sahabat hanya satu orang saja. Lihat: ‘Abd al-H{|||a|||||q ibn saif al-Di>n ibn Sa‘dulla>h al-Dahlawi>, Muqaddimah fi> Us}u>l al-H{adi>s\ (Cet. II; Beirut: Da>r al-Basya>ir al-Isla>miyah, 1986 M.) h. 56-57.
[5]Abu Muhammad,Metode Takhrij Hadis,(Cet. I. Semarang: Dina Utama,1994)
[6]Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, T{uruq Takhri>ji H{adi>s\ al-Rasu>l Allah S{allalla>hu ‘Alaih wa Sallam (Cet. I; Beirut: Da>r al-I‘tis}a>m, 1994), h. 61.
[7]Ibid., h. 30.
[8] Ibid, hal. 60-61.
[9]Abdul Majid Khon, op.cit., h. 120.
[10]Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, op.cit,  hal.98
[11]Kelebihan yang dimiliki kitab ini yakni; penyusunannya yang teliti yang memudahkan peneliti sampai kepada tujuan, dapat melakukan takhri>j hadis dari sahabat yang di cari, dapat mengetahui hadis-hadis yang dimiliki setiap sahabat dalam tujuh induk hadis, dapat mengetahui hadis-hadis mursal yang terdapat dalam tujuh kitab tersebut, dapat mengetahui hadis-hadis yang dalam jalannya sanad terdapat seorang yang samar namanya, agar dapat dijadikan ibarat untuk dipelajari melalui periwayat lain yang bersambung, terutama kesamaran nama tersebut terjadi pada selain sahabat. Sedangkan kekurangannya: penggunaan kitab ini sangat bergantung pada pengenalan perawi teratas, baik sahabat atau tabi’in. Ini sesuatu yang terkadang tidak mudah, kesulitan mencari hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang termaksud banyak riwayatnya.
[12]Abdul Gaffar Sulaiman al-Bandary, Mansuah Rijal al-Kutubu al-Tir’ah ( Juz I, Beirut: Dar al-kutub al’ilmiyah,t.th),hal 22. Dan lihat Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, op.cit, hal.112
[13]Kelebihan musnad ini ialah; musnad ini mencakup hadis–hadis dalam jumlah yang sangat banyak, memiliki nilai kebenaran yang lebih banyak dari yang lainnya, kitab ini mencakup hadis-hadis dan as|ar-as|ar yang tidak terdapat pada lainya. Sedangkan kekurangannya: tanpa mengetahui nama sahabat tidak mungkin sampai pada hadis yang ditujuh ,untuk mengetahui hadis maudhu’ mengharuskan membaca musnad keseluruan, dari segi tata letaknya mengakibatkan sulit menggunakan musnad dengan efisien.
[14] Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, op.cit, hal.122-123.
[15] Manna>‘al-Qat}t}a}n, op.cit, h. 191.
[16]Abdul Majid Khon, op.cit., h. 127.
[17]Yang dimaksud hadis qudsi adalah hadis yang disandarkan kepada rasulullah saw. dan disandarkan kepada Allah swt. Lihat Nur al-Din ltr manhaj al-naqd fi al-hadis (damaskus dar al-fikr,1979).
[18]Abu Muh}ammad Mahdi ibn ‘Abd al-Qadi>r ibn ‘Abd al-Ha>di>, op.cit, h.194.
[19]al-H}<afiz} Jalal al-Din Abu> al-Fad}l ‘‘Abd al-Rah}man ibn Abi> Bakr Muh}ammad al-Khudairi al-Suyu>t}i>, Fath} al-Kabi>r fi> Damm al-Ziya>dah ila> Ja>mi’ al-S{agi>r  (Beirut: Dar al-Kita>b al-‘Arabi, t.th), h. 109.
[20]Abu> Muhammad, Metode Takhrij Hadis. (Cet.I. Semarang: Dina Utama, 1994)
[21]Kitab ini memuat hadis-hadis dari sembilah kitab induk hadis (Kutub al-Tis’ah). yaitu 1. S{ah}i>h} Bukhari, 2. S{ah}i>h} Muslim, 3. Sunan Turmu>z\i>, 4. Sunan Abu> Da>ud, 5. Sunan Nasa>’I, 6. Sunan Ibn Majah, 7. Sunan al-Da>rimi, 8. Muwaththa’ Ma>lik, 9. Musnad Ima>m Ah}mad.
[22] A.J (Ahmad John) Weinsijk, Mu’jam Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi Juz II (Leiden: Maktabah Baril, 1936 M), h.132
[23] A.J (Ahmad John) Weinsijk, Mu’jam Mufahras li Alfa>z} al-H{adi>s\ al-Nabawi Juz IV (Leiden: Maktabah Baril, 1936 M), h.116
[24]Kitab At}ra>f ini memudahkan dalam pencarian hadis, mencari dan mengetahui sanad dari suatu hadis maka itu dapat dilakukan melalui kitab ini, jika tujuan mencari hadis untuk mengetahui sanad-sanadnya maka hal itu telah dihimpun oleh kitab at}raf akan tetapi jika ingin mengetahui lafaz matan maka kitab ini tidak dapat dipakai karena hanya mencantumkan sedikit matan saja dari suatu hadis. lihat al-Ima>m al-H{a>fiz} Ah}mad bin ‘A<li bin Muh}ammad bin H{ajar al-‘As\qala>ni, ithaf al-Mahrah bi al-fawa>idi al-Mubtakirah min at}ra>f al-‘Asyrah  (Madinah: Mujjamma’ al-Ma>lik Fahd li t}aba’at al-Mushaf al-Syari>f, 1315 H), h.30.
[25] [25]Jamal al-Din Abu> al-Hajja>j al-Mizzi, Tuhfah al-Asyra>f bi Ma’rifah al-At}ra>f, juz 11 (Beirut: Dar al-Qayyimah, 1983 M/1403 H), h. 22.
[26] Muh}ammad bin Ya>zid Abu> Abdillah al-Qazwi>ni>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz II, hal. 1258
[27] Muhammad bin ‘>Isa Abu> ‘I>sa al-Tirmi>z\i> al-Salami>, al-Ja>mi’ al-S}ah}ih} Sunan al-Timi>z\i, Juz V, hal. 211.
[28] Muhammad bin ‘>Isa Abu> ‘I>sa al-Tirmi>z\i> al-Salami>, al-Ja>mi’ al-S}ah}ih} Sunan al-Timi>z\i, Juz V, hal. 374.
[29] Muhammad bin ‘Isa Abu> ‘Isa al-Turmu>zi> al-Salamiy, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h} Sunan al-Turmu>zi> Juz 5 (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiy, t.th.), h. 456.
[30] Sulaiman bin al-Asy’ats Abu> Da>ud al-Sajastaniy al-Azdiy, Sunan Abi> Da>ud. Juz 1 (t.t,: Dar al-Fikr, t.th.), h. 466.
[31] Ah}mad ibn H{ambal Abu> ‘AbdIllah al-Syaiba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{ambal, juz IV, hal 267.
[32] Ah}mad ibn H{ambal Abu> ‘AbdIllah al-Syaiba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{ambal, juz IV, hal 271.
[33] Ah}mad ibn H{ambal Abu> ‘AbdIllah al-Syaiba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{ambal, juz IV, hal 271.
[34] Ah}mad ibn H{ambal Abu> ‘AbdIllah al-Syaiba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{ambal, juz IV, hal 276.
[35] Ah}mad ibn H{ambal Abu> ‘AbdIllah al-Syaiba>ni>, Musnad al-Ima>m Ah}mad ibn H{ambal, juz IV, hal 276.
[36] Secara etimologi, kata I‘tiba>r merupakan masdar dari kata i‘tabara yang berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis. Secara terminologi ilmu hadis, i’tiba>r berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan diketahui apakah ada periwayat lain atau tidak ada untuk bagian sanad hadis dimaksud. Lihat  M. Syuhudi Ismail, op.cit., h. 51-52.
[37] Hadis gari>b adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi, baik pada seluruh level sanad, sendiri pada sebagian level sanad maupun hanya sendiri pada satu level sanad. Hadis masyhu>r adalah hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok periwayat dari awal hingga akhir hanya saja jumlahnya tidak mencapai level hadis mutawa>tir, semisal hadis yang diriwayatkan oleh 3 orang saja. Hadis mutawa>tir adalah hadis yang diriwayatkan sekelompok orang dari awal hingga akhir sanad yang mustahil melakukan kesepakatan dusta atas hadis yang diriwayatkan. Dengan demikian, syarat sebuah hadis mutawa>tir adalah periwayatnya harus banyak minimal 10 orang pada setiap level sanad, mustahil secara uruf melakukan kesepakatan dusta untuk membuat hadis, sigat yang digunakan jelas. Mah{mu>d al-T{ah}h}a>n, op. cit., h. 20. Lihat juga: Muh{ammad bin Muh{ammad Abu> Syahbah, al-Wasi>t} fi> ‘Ulu>m wa Mus}t}alah} al-H{adi>s\ (t.t.: ‘A<lam al-Ma‘rifah, t.th.), h. 201. Ah}mad al-‘Us\ma>niy al-Taha>nawiy, Qawa>‘id fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s\ (Cet. II; al-Riya>d{: Maktab al-Mat}bu>‘a>t al-Isla>miyah, 1404 H./1984 M.), h. 33. Bandingkan dengan: Ah{mad ‘Umar Ha>syim, Qawa>‘id Us}u>l al-H}adi>s\ (Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1404 H./1984 M.), h. 158. Menurut hemat penulis, definisi hadis masyhu>r tersebut perlu dikaji kembali karena pada dasarnya bukan kuantitasnya yang menyebabkan sebuah hadis divonis mutawa>tir atau tidak akan tetapi lebih penekanan kualitas individualnya, jadi bisa jadi sebuah hadis divonis mutawa>tir meskipun hanya diriwayatkan oleh 3 orang saja. Mah{mu>d al-T{ah}h}a>n, op.cit., h. 14. Muh{ammad bin Muh{ammad Abu> Syahbah, op.cit., h. 195. Ah}mad al-‘Us\ma>niy al-Taha>nawiy, op.cit., h. 32. Ah{mad ‘Umar Ha>syim, op.cit., h. 143.           
[38]Ah}mad Muh}ammad Sya>kir, al-Ba>’its al-Has\is\: Syarh} ikhtis}a>r ‘ulu>m al-H{adi>s\ (Cet 2; Damaskus: Maktabah dar al-Islam, 1417 H), h 68. lihat juga al-Ima>m al-H{a>fiz} ‘Umar bin ‘ali ibn al-Nahwi al-Ma’ruf (Ibnu Malqan), al-Taz\kirah fi ‘ulu>m al-H{adi>s\ (Cet !; Amman:Dar al-‘amma>r, 1408 H), h. 20.
[39]Must}afa> bin al-‘Adawi, Taysir Mus}t}alah al-H{a>di>s\: Fi> Su’a>l wa Jawa>b (Cet 2; Mekkah: Maktabah al-Haramain li al-Ulum al-Nafi’ah, 1990 M / 1410 H), h. 49.

Translate

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *